Sabtu, 29 Juni 2013

Merantau 1

Merantau

Di kampung yang nan jauh disana, ada 3 sekawan yang sedang gelisah menanti masa depan yang tidak jelas. mereka adalah jaja, jikri, dan jawir,  mereka sering disebut trio jajiwir yang nelangsa. di kampungnya nasib nya selalu tidak jauh dari kambing, sapi dan kerbau. Jaja bekerja sebagai pengambil rumput untuk kambing tetangganya, jikri bekerja sebagai pemeras susu sapi, dan jawir bekerja sebagai tukang bersih kandang kerbau.
Pernah suatu ketika mereka merasa bosan akan kerjaan yang tidak keren itu
" Wir...wir bosen aku kerja kayak ngono mulu, isin karo emak." kata jaja pada jawir di suatu sore saat mereka bertiga sedang berkumpul di base camp mereka yaitu dibawah pohon asem.
" Ya, sama awak juga tak kuat ini bekerja di sini, bosan awak setiap pagi liat kebo lagi..kebo lagi.. migren awak." kata jawir yang sudah tak tahan dengan pekerjaanya.
" Sami, abi teh bosen ngambilin rumput mulu, teu keren kitu. pengennya mah jadi bos kitu." kata Jaja dengan PD nya
" Lah, sampeyan SD aja ora lulus pengen jadi bos, lah kepriben.. ojo ngimpi, jangan jadi bos jadi supervisor aja ora opo-opo."
" Bah, macam mana kau !! kau juga jangan mimpi jadi supervisor, kau jadi tukang angon sapi itu saja udah ke kerenan buat kau.. tapi ngomong-ngomong supervisor itu apa ??."
" Wir..wir sampeyan itu tau ne opo ? tau ne kebo wae, ojo ngomong wir.." sahut jikri sambil menggeleng-geleng kan kepala
Perdebatan demi perdebatan terjadi diantara mereka yang justru menambah frustasi. Mereka merasa sepertinya di kampung tempat mereka tinggal tidak akan membuat mereka sukses, tiba-tiba seorang tetangga nya yang merantau ke kota pulang dengan membawa banyak oleh-oleh dan banyak uang. jaja, jikri, dan jawir hanya melihat dari jauh kepulangan tetangganya itu yang sedang membagi-bagikan uang receh pada anak-anak, sambil merasa penasaran mereka mulai mendekati tetangganya itu berharap mendapat oleh-oleh .
" Wah...wah, ini sukriya ? lah kepriben lama ndak ktemu " tanya jikri pada sukriya dengan antusias
" Eleuh..eleuh, bagi-bagi nanaonan ini ? oleh-oleh ti jakarta ? meni hebat.." kata jaja dengan bangga sambil melihat yang dibawa sukriya.
" Iya hebat kali kau, banyak kali oleh-oleh kau. pasti sukses kau disana ya ?" sahut jawir penasaran.
 Sukriya pun dengan bangganya menceritakan pekerjaan nya di jakarta, dia bercerita bahwa setiap hari nya dia membawa mobil mewah kesana-kemari mengantar dan menjemput seseorang kepada trio jajiwir kawan SD nya dulu itu.
" Hebat kan aku ? sukses di ibu kota." katanya dengan bangga di akhir cerita.
Esok harinya di pagi yang cerah, hampir semua warga kampung tau akan kepulangan sukriya dengan kisah suksesnya di ibu kota, termasuk ibu-ibu mereka yang sudah tidak tahan pada kerjaan trio jajiwir ini yang selalu begitu-begitu saja. Pernah suatu ketika jikri mencoba keberuntungannya dengan ikut bekerja di kampung sebelah dengan pakde nya, pakde nya mengatakan kalau pekerjaannya itu sebagai pekerja pengurus tanaman hias. Dia sudah senang mendengarnya karena dia sudah bosan dengan sapi tetangganya itu yang hampir setiap lima menit meminta makan. Saat tiba disana tanpa disangka ternyata pekerjaan yang di maksud adalah pembuat pupuk kandang yang tidak lain berhubungan dengan kambing dan kotorannya. Jikri pun akhirnya menyerah dan akhirnya kembali ke pekerjaan yang dulu.
Siang itu selagi istirahat mereka berkumpul bertiga di basecamp mereka yaitu di bawah pohon asem untuk mendiskusikan lagi tentang nasib mereka yang entah kenapa diskusi itu tidak pernah usai dan justru menambah runyam,  sambil memakan bekal.
" Eh, ayo kita mulai membicarakan lagi tentang nasib kita." kata jikri sambil mengeluarkan nasi bungkus nya membuka percakapan.
" Bah.. macam mana, bosan aku kita diskusi mulu tapi nggak kelar-kelar." sahut jawir sambil mengeluarkan lauk-pauk.
" Iya atuh, kapan kita teh bisa kayak sukriya. sukses kitu, naik turun mobil teu kayak kita naik turun sawah jeung comberan." kata jaja sambil mengeluarkan teko air dan sambal
" Iya, benar kali itu.. tak keren kali kerjaan kita ini."
mereka lalu menggabungkan semua makanan yang di bawa dan mulai makan sepiring bertiga yang dinamakan prinsip kebersamaan dan penghematan.
" Ahh, aku punya ide kenapa kita ndak coba merantau ke jakarta ? sapa tau kita bisa sukses kayak sukriya bosen aku di bilang karo emak ora iso opo-opo kecuali ngasih mangan sapi."
" Ide bagus itu !! awak setuju !!." seru jawir semangat.
" Iya abi teh juga setuju, tapi mau kerja naon di diditu ?." tanya jaja
" Kerja apa sajalah, ah awak punya sodara disana si itu.. namanya.. emm.. siapa ya ? ah, sawir !!."
" Wir..wir, nama sodara sampeyan aja lupa, lah kepriben." kata jikri sambil menggeleng-gelengkan kepala.
" Maneh kitu wae lupa ? beda nya Ja jeung Sa wae lupa, satu Jawir satu Sawir, naha teu variatif." kata jaja dengan nada mengejek.
" Bah, macam mana kau !! mau mati muda kau rupanya !?." sahut jawir marah pada jaja.
Akhirnya sudah diputuskan mereka akan merantau ke jakarta. Esoknya mereka bertiga dengan berat hati berpamitan pada ibu mereka, jikri saat berpamit dengan ibunya, ibunya menangis tersedu-sedu entah karena sulit melepas anak lelaki satu-satunya itu atau karena menangis bahagia karena anaknya akhirnya pergi juga mencari kerja yang jauh dari sapi, kambing, dan kerbau. Jaja yang dibawakan banyak daun singkong entah untuk apa, yang kata ibunya kalau belum dapat kerja bisa jualan dulu daun singkong buat beli makan. Serta jawir yang justru ibunya dengan bahagia melepas kepergian jawir dan berpesan untuk jangan lupa transfer uang setiap bulan, jawir hanya geleng-geleng kepala mendengar ibunya yang bisa dibilang matre itu karena dia juga bingung mau dikirim ke mana, selain transfer ke rekening ghoib mbah jambrong dukun terkenal di kampungnya itu.
Setelah perjalanan tiga hari tiga malam yang mereka lalui, akhirnya mereka tiba juga di kota metropolitan itu, ibukota republik indonesia, Jakarta.


Bersambung...






Tidak ada komentar:

Posting Komentar